“PENETAPAN MUTU SIMPLISIA 2”
MAKALAH PRAKTIKUM
FARMAKOGNOSI I
“PENETAPAN MUTU SIMPLISIA 2”
Dosen
Pengampu :
Dr.
Ike Yulia Wiendarlina M.Farm,Apt
Mindy
Fatmi M.Farm,Apt
Asisten
Dosen :
Rani
Meilina W
Oleh
:
Julia
Eka Putri
(066119053)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2020
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Tujuan Praktikum
1.
Mengetahui penetapan mutu simplisia meliputi penetapan kadar sari larut etanol, BOA
dan
penetapan
kadar air.
2.
Memberikan gambaran awal mengenai jumlah senyawa yang dapat tersari dengan menggunakan pelarut
etanol
dari suatu simplisia.
3.
Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah bahan pangan tersebut memiliki
daya simpan yang panjang dan kualitas yang baik. Dengan penentuan kadar air maka
dapat
ditentukan proses
penyimpanan,
pengolahan,
pendistribusian serta penanganan
yang tepat.
1.2
Dasar Teori
Simplisia merupakan
bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan
proses apa pun, dan
kecuali
dinyatakan
lain
umumnya berupa
bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia
ini
terbagi menjadi
tiga
golongan yaitu
simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan/mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat
berupa tanaman
utuh,
bagian tanaman,
eksudat
tanaman, atau gabungan antara
ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa
zat-zat
atau bahan-bahan nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari
tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli)
dan
madu (Mel depuratum).
Simplisia elican atau mineral adalah
simplisia berupa bahan elican atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga
(Depkes RI, 1989).
Pengeringan
merupakan
cara
yang paling umum digunakan untuk meningkatkan
stabilitas bahan dengan mengurangi kandungan air bahan sehingga aktivitas airnya menurun.Pengeringan juga
mengurangi aktivitas mikroba
serta meminimalkan perubahan fisik dan kimiawi selama bahan kering disimpan (Mayor dan Sereno, 2004). Perubahan kadar air selama pengeringan bahan-bahan yang
mengandung
air
tinggi akan menyebabkan perubahan bentuk,
densitas dan
porositas bahan.
Perubahan bentuk
dan ukuran ini mempengaruhi sifat-
sifat fisik dan akhirnya juga berdampak pada berubahnya
tekstur dan sifat-sifat transpor (transport
properties)
produk yang dihasilkan (Rizvi,
2005; Yan et al., 2008).
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Tujuan Praktikum
1.
Mengetahui penetapan mutu simplisia meliputi penetapan kadar sari larut etanol, BOA
dan
penetapan
kadar air.
2.
Memberikan gambaran awal mengenai jumlah senyawa yang dapat tersari dengan menggunakan pelarut
etanol
dari suatu simplisia.
3.
Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah bahan pangan tersebut memiliki
daya simpan yang panjang dan kualitas yang baik. Dengan penentuan kadar air maka
dapat
ditentukan proses
penyimpanan,
pengolahan,
pendistribusian serta penanganan
yang tepat.
1.2
Dasar Teori
Simplisia merupakan
bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan
proses apa pun, dan
kecuali
dinyatakan
lain
umumnya berupa
bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia
ini
terbagi menjadi
tiga
golongan yaitu
simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan/mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat
berupa tanaman
utuh,
bagian tanaman,
eksudat
tanaman, atau gabungan antara
ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa
zat-zat
atau bahan-bahan nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari
tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli)
dan
madu (Mel depuratum).
Simplisia elican atau mineral adalah
simplisia berupa bahan elican atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga
(Depkes RI, 1989).
Pengeringan
merupakan
cara
yang paling umum digunakan untuk meningkatkan
stabilitas bahan dengan mengurangi kandungan air bahan sehingga aktivitas airnya menurun.Pengeringan juga
mengurangi aktivitas mikroba
serta meminimalkan perubahan fisik dan kimiawi selama bahan kering disimpan (Mayor dan Sereno, 2004). Perubahan kadar air selama pengeringan bahan-bahan yang
mengandung
air
tinggi akan menyebabkan perubahan bentuk,
densitas dan
porositas bahan.
Perubahan bentuk
dan ukuran ini mempengaruhi sifat-
sifat fisik dan akhirnya juga berdampak pada berubahnya
tekstur dan sifat-sifat transpor (transport
properties)
produk yang dihasilkan (Rizvi,
2005; Yan et al., 2008).
Salah satu produk pertanian yang memerlukan proses pengeringan adalah tanaman obat temu
lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang termasuk ke dalam suku Zingiberaceae.
Bagian tanaman
ini yaitu umbi akarnya (rhizome) digunakan sebagai bahan baku obat tradisional atau lebih dikenal dengan jamu yang berupa
irisan yang dikeringkan, disebut simplisia. Simplisia standar adalah bahan baku yang
memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan. Temu lawak merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh liar di hutan-hutan di
dataran rendah hingga 1500 m di atas permukaan laut (Duryatmo, 2003). Rimpang temu lawak segar
terdiri atas minyak atsiri, lemak, zat warna, protein, resin, selulosa, pati, mineral dan air. Rimpang
keringnya mengandung 7-30% minyak atsiri, 30- 40% pati dan 0,02-2,0%
kurkuminoid yang terdiri atas 58-71% kurkumin (C21H20O6) dan 29-42%
desmetoksikurkumin (C20H18O5). Minyak atsiri memberi
bau dan rasa yang
khas sedangkan kurkuminoid (Gambar 1) memberi warna
kuning. Berdasarkan beberapa studi diketahui bahwa rimpang
temu lawak berkhsiat sebagai antibakteria, antikanker, antitumor
dan
antiradang. Selain itu rimpang
temu lawak mengandung antioksidan dan
hypokolesteromik (Masuda et
al., 1992; Choi et al., 2005).
Salah
satu perubahan fisik yang penting selama pengeringan adalah pengurangan volume eksternal bahan.
Kehilangan air dan
pemanasan menyebabkan
struktur sel bahan
mengalami tekanan dan
diikuti dengan perubahan
bentuk dan
pengecilan
ukuran. Penyusutan bahan yang dikeringkan mempunyai dampak negatif
terhadap kualitas produk keringnya. Perubahan lain
yang terjadi selama
pengeringan adalah perubahan tampilan
fisik produk seperti warna,
tekstur dan aroma (Yadollahinia dan Jahangiri,
2009). Selain itu pengeringan juga mengakibatkan berkurangnya kandungan zat aktif bahan. Oleh karena itu proses pengeringan harus
dilakukan pada
kondisi proses yang tepat karena penggunaan suhu yang terlalu tinggi
akan
mengakibatkan semakin
banyaknya zat aktif bahan yang hilang.
Sedangkan penggunaan
suhu rendah sulit untuk mencapai kadar air
aman simpan (Babalis
dan Belessiotis, 2004).
BAB II
METODE KERJA
2.1
Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. |
Batang pengaduk |
6. Labu erlenmeyer |
2 |
Cawan uap |
7.
Neraca analitik |
3 |
Eksikator |
8.
Pembakaran spirtus |
4 |
Gelas ukur |
9.
Penjepit |
5 |
Kaki tiga +
Kassa |
10.
Spatel |
2.1.2 Bahan
1. Simplisia
2. Etanol
3. Kloroform
4. Aquadest
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Penetapan KadarAir
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1
Data Pengamatan
3.1.1 Kadar Air Total
NPM |
Reflikasi |
W0 (g) |
W1 (g) |
W2 (g) |
Kadar Air(%) |
066119053 |
1 |
28,0041 |
30,1422 |
30,0029 |
6,5151% |
(3) |
2 |
25,0024 |
27,2361 |
27,0092 |
10,1580
% |
|
3 |
28,0033 |
30,3036 |
30,0163 |
12,4896 |
3.1 2 kadar sari larut etanol
Berat serbuk |
Berat cawan |
Berat cawan isi
setelah |
% kadar
sari
larut |
simplisia |
kosong |
pemanasan |
etanol |
5 gram |
29,65 g |
29,89g |
4,8 % |
3.3
Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan,Tujuan dari penetapan kadar air
ini,
untuk mengetahui kadar air dalam simplisia.
Penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Kadar air yang
diperbolehkan dalam simplisia untuk
menghambat pertumbuhan
jamur
dan
aktivitas enzim adalah kurang dari 10%. Pada proses pengeringan belum diketahui secara pasti apakah kadar air sudah kurang dari 10%.
Walaupun simplisia dinyatakan sudah kering pada pengeringan matahari, namun simplisia
temulawak yang
disimpan dalam keadaan terbuka
kemungkinan
dapat menyerapa air dari
lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan dalam jangka waktu yang
lama. Maka dari itu diperlukan
penetapan kadar air.
Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kadar air dari replikasi 1 sebesar 6,5151%. Hal ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang
dari
10%. Sedangkan pada
replikasi 2 sebesar 12,4896 %
dan replikasi 3 sebesar 12,4896
%, hasil tersebut
melebihi persyaratan standar monografinya (MMI) karena lebih
dari 10%.
Penetapan kadar
sari etanol
adalah
metode
kuantitatif
untuk
jumlah
kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu.
Berdasarkan material
medika Indonesia (MMI), parameter kadar
sari larut etanol untuk simplisia yaitu ≥ 6,30 %.Kadar
sari
larut etanol
pata data ini yaitu 4,8 % telah memenuhi
persyaratan
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1.
Hasil penentuan kadar air pada reflikasi 1 telah memenuhi persyaratan sedangkan reflikasi
2 dan 3 tidak memenuhi persyaratan karena hasil yang diperoleh melebihi literature
yang telah ditetapkan.
2.
Menurut farmakope Indonesia
edisi III
mengatakan bahwa benda asing
tidak
boleh
melebihi dari 2,0%. Hasil penetapan bahan organic asing
pada pengamatan ini menunjukan
bahwa semua bahan
telah
memenuhi persyaratan karena masih
dibawah 2,0%.
3. Kadar sari larut
etanol
pata data ini yaitu 4,8 % telah memenuhi
persyaratan.
DAFTAR PUSTAKA
Babalis S.J., Belessiotis
V.G. (2004). Influence of the
drying conditions
on the drying constants
and moisture diffusivity during the thinlayer drying of figs. Journal of Food
Engineering. 65:449±458
Depkes RI.,1995. Materia Medika Indonesia
Jilid IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Masuda T., Isobe J., Jitoe A.,
Nakatani
N. (1992). Antioxidative curcuminoids from
rhizomes
of Curcuma
xanthorrhiza. Phytochemistry. 13: 3645±3647.
Rizvi S.S.H. (2005). Thermodynamic properties of
foods in dehydration. In: Rao M.A., Rizvi S.
S.H., Datta A.K.,
(Eds). Engineering Properties
of Foods.
3rd Ed. Singapore:
CRC Press.
Komentar
Posting Komentar